Oleh:
RD Frans Nala*
Tradisi prosesi sudah lama ada dalam Gereja. Ada prosesi pada hari Minggu Palma, prosesi Patung Bunda Maria, prosesi Sakramen Mahakudus, prosesi Salib, dan lain-lain. Sekalipun sudah menjadi bagian dari kisah hidup Gereja sejak awal, kadang orang masih bertanya: Mengapa perayaan iman dipertunjukkan? Kapan dan bagaimana tradisi prosesi itu muncul? Lalu, apa makna atau pesan yang terungkap di sana?
Beriman “dengan Kaki”
Seorang imam Yesuit asal Prancis, Joseph Gelineau, mengatakan bahwa “orang Kristen tidak hanya percaya dengan kepalanya, tetapi juga dengan kakinya”. Kata-kata ini tentu membingungkan tetapi mengungkapkan pengalaman nyata. Bahwasannya orang cenderung mengerti iman hanya sebatas konsep atau pengetahuan. Padahal iman itu adalah kehidupan yang mencakup diri manusia secara utuh, baik jiwa maupun badan. Itu berarti, iman itu tidak bisa dipisahkan dari pengalaman hidup nyata.
Liturgi yang dirayakan di dalam Gereja pun melibatkan seluruh diri manusia dan pengalaman hidupnya. Sebelum orang berbicara tentang Tuhan, liturgi itu terlebih dahulu merupakan ziarah untuk berjumpa dengan Tuhan. Pengalaman kedua murid dalam perjalanan ke Emaus merupakan contoh nyata tentang liturgi sebagai perjumpaan (Luk. 24:13-35). Dalam konteks inilah, prosesi mendapat tempat khusus dalam Gereja, baik dalam perayaan liturgi maupun dalam kesalahan popular yang hidup di tengah umat.
Praktik yang Sangat Tua
Tradisi prosesi sudah ada sejak zaman kuno. Sebab prosesi itu menjawabi kebutuhan eksistensial manusia. Kisah-kisah dalam Kitab Suci pun mengungkapkan kenyataan yang sama, seperti dalam 2Sam. 6:12-19; 1Kor. 15:26; 16:3, dan lain-lain. Dalam komunitas-komunitas kristen, kebiasaan melakukan prosesi ini muncul sejak akhir abad ke-4 M. Ini merupakan salah satu ekspresi kebebasan religius setelah Konstantinus mengizinkan orang-orang Kristen merayakan ritus-ritus keagamaan secara terbuka.
Prosesi merupakan bagian dari perayaan iman yang hidup dalam Gereja.Gereja menguduskan umat beriman yang terus berziarah melalui liturgi yang dirayakan setiap saat. Sebagai umat perjanjian baru, Gereja berjalan mengikuti jejak Kristus menuju Yerusalem surgawi (Why. 7; 21-22). Dalam pengertian ini, prosesi yang dijalankan oleh orang-orang Kristen sesungguhnya menuntun mereka pada perjalanan iman bersama Kristus. Selain itu, prosesi juga mengingatkan semua orang beriman bahwa tidak ada seorang pun yang tinggal tetap di atas muka bumi ini. Seperti Abraham, Musa dan umat pilihan, Yesus Kristus dan para rasul, orang-orang beriman pun terus berjalan menuju kepenuhan hidup di dalam Allah.
Kenangan Akan Sebuah Peristiwa
Setiap prosesi yang dijalankan dalam Gereja memiliki makna yang unik. Ada beberapa prosesi yang mengungkapkan peristiwa keselamatan berkaitan dengan Kristus, misalnya pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah, peristiwa Yesus memasuki kota Yerusalem pada perayaan Minggu Palma, prosesi mengenang kembali perjalanan Kristus dari kematian kepada kebangkitan pada malam Paskah, dll.
Sedangkan prosesi-prosesi lain dibuat berkaitan dengan devosi-devosi khusus, seperti prosesi pada perayaan Tubuh dan Darah Kristus yang mengungkapkan syukur atas anugerah ekaristi, prosesi Rogation dalam kekristenan Barat yang meminta berkat Allah atas pekerjaan manusia, prosesi ketempat pemakaman yang dibuat pada hari peringatan arwah orang beriman, dan lain-lain.
Perayaan Liturgi
Beberapa prosesi dalam Gereja merupakan bagian dari ritus liturgi. Perarakan masuk ke tempat perayaan ekaristi, secara simbolis mengungkapan perziarahan umat untuk berjumpa dengan Tuhan. Kemudian perarakan Kitab Suci melambangkan Allah yang datang untuk berbicara dengan umat-Nya. Selanjutnya, perarakan bahan-bahan persembahan membawa persekutuan umat Allah pada pertukaran suci dalam ekaristi: manusia membawa rezeki yang diterimanya dari Tuhan dalam rupa roti dan anggur, kemudian sebagai satu persekutuan umat Allah menerima kembali dari Tuhan rezeki-anugerah yang sama. Roti yang dipersembahkan selanjutnya menjadi bekal bagi umat beriman sebagai satu persekutuan dalam perjalanan selanjutnya. Perararakan mengungkapkan bahwa umat beriman siap untuk menerima anugerah Allah dalam diri Kristus. Sedangkan perjalan keluar dari tempat perayaan menuntun umat beriman pada perziarahan ke tengah dunia untuk membawa Kabar Gembira yang diterima dalam ekaristi.
Prosesi-prosesi lain yang dilaksanakan dalam Gereja ialah prosesi/penyembahan salib pada upacara Jumat Agung, pembabtisan, pemberkatan jenazah, dan lain-lain. Singkatnya, prosesi merupakan bagian yang penting dan tak terpisahkan dari ziarah hidup orang-orang beriman.
Prosesi dan Kesalehan Umat
Prosesi-prosesi yang dijalankan dalam Gereja berkaitan erat dengan kesalehan umat. Sejak abad pertengahan, umat Allah sudah biasa menghormati santo dan santa pelindung mereka. Dalam prosesi penghormatan santo dan santa pelindung itu, orang umumnya membawa relikui, patung, dan panji-panji.
Melalui pelbagai macam bentuk prosesi ini, umat Allah dapat mengekspresikan iman mereka secara hidup. Sebab prosesi bertujuan untuk memperkuat atau membangkitkan kembali cita rasa iman dalam diri orang-orang yang sudah dibabtis. Namun sebelum tampak dalam bentuk parade atau karnaval yang mengikutsertakan banyak orang, prosesi mesti terlebih dahulu menjadi pengalaman iman personal.
Berjalan Bersama Allah
Prosesi mengungkapkan jati diri Gereja sebagai umat Allah yang berziarah bersama Kristus di tengah dunia. Maka prosesi itu mesti juga menjadi jalan solidaritas di mana umat Allah—yang berjalan, bernyanyi, mendengarkan Sabda Allah—hidup dalam semangat kebersamaan dan saling memperhatikan satu sama lain.
Lebih dari itu, prosesi dalam bentuk apa pun harus bisa mengantar orang pada ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan sebagai orang kristen, juga tempat di mana orang dapat menimba kembali kekuatan dan daya hidup rohani yang baru dari Kristus untuk perziarahan selanjutnya. Hanya dengan itu, prosesi membuat setiap orang beriman merasakan kehadiran Allah dan setia berjalan bersama dengan Dia.
*RD Frans Nala merupakan Imam Projo Keuskupan Ruteng yang berasal dari Paroki Maria Bunda Segala Bangsa Wae Sambi. Saat ini dia bertugas di Puspas Keuskupan Ruteng sekaligus menjadi pengajar di UNIKA St. Paulus Ruteng.