Sejarah Paroki MBSB

advanced divider

 SEJARAH  SINGKAT PAROKI MARIA BUNDA SEGALA BANGSA WAE SAMBI

    Paroki MBSB diresmikan pada tanggal 12 Mei 2015 dalam perayaan ekaristi meriah yang dipimpin oleh Uskup Ruteng Mgr.Huber Leteng, Pr didampingi  Uskup emeritus Mgr. Michael Cosmas Angkur OFM dan puluhan imam. Pimpinan Daerah yang hadir adalah Bupati Manggarai Barat Drs. Agus Ch. Dula dan Wakil Bupati Drs. Gasa Maxi, Msi.

Paroki MBSB Wae Sambi merupakan paroki ke 86 di Keuskupan Ruteng dan diresmikan pada tahun puncak pelaksanan Sinode III Keuskupan Ruteng. Tanggal 11 Mei 2015 jam 15.00 misa penerimaan Sakramen Krisma untuk 611 orang sedangkan penjemputan dan penerimaan Uskup secara liturgis dilaksanakan pada jam 9 pagi dilanjutkan dengan permainan caci. Tgl 10 Mei  2015, ritus adat we’e mbaru yang dilaksanakan oleh Keluarga Dalu Nggorang dan tu’a-tu’a adat Wae Sambi, dihadiri Pengurus Inti DPP dan Bupati Mabar. Dalam acara adat keluarga Dalu Nggorang menyerahkan 1 lembar kain, sebagai tanda dukungan dan menunjukkan fungsi mereka sebagai pengayom.        

Nama pelindung paroki adalah Maria Bunda Segala Bangsa. Paroki ini terletak di kota pariwisata dan gerbang barat Flores yang dikenal sebagai pulau Katolik. Banyak orang dari berbagai wilayah dan bangsa datang dan keluar, silih berganti. Orang-orang tersebut tidak hanya menyaksikan keindahan alam Labuan Bajo, tetapi juga mengalami citrarasa kekatolikan pulau bunga antara lain penghormatan yang istimewa pada Bunda Maria. Bunda Maria tidak hanya  Bunda  orang kristen tetapi milik semua orang (dalam agama Islam, Maria dinamai Maryam, dan merupakan tokoh istimewa yang mengandung dan melahirkan nabi Isa).  Ia berdoa, melindungi dan mengantar semua orang kepada Tuhan dan keselamatan.

   Seperti Bunda Maria, Gereja juga diharapkan menjadi Bunda untuk semua orang yang datang dan pergi. Nilai-nilai Kerajaan Allah yang diwartakan Gereja seperti persaudaraan, cinta kasih, kedamaian hendaknya selalu diperjuangkan sehingga dialami oleh semua orang yang datang dan pergi. Dengan mengunjungi dan keluar dari Labuan Bajo diharapkan membawa kesegaran tidak hanya jasmani tetapi juga rohani.  Orang mengalami “sesuatu” yang lain di Labuan Bajo ini.

Dalam kurun waktu yang lama proses penyerahannya secara resmi tersendat-sendat. Tanah ini kemudian diserahkan secara resmi  melalui prosedur adat dan dikukuhkan dalam suatu perayaan misa yang dilaksanakan di bawah pohon beringin di tanah yang diserahkan itu(depan gereja wae Sambi, sekarang) pada tanggal  04 Februari 2011. Misa dipimpin oleh Vikep Labuan Bajo Rm. Benediktus B,Bensi, Pr dan Pastor Paroki Roh Kudus Labuan bajo saat itu Rm. Benediktus Jehadun, Pr. Surat Penyerahan ditandatangani di atas altar ditandatangani oleh Niko Nali sebagai Tu’a golo dan Hendrikus Hadirman. Luas tanah yang diserahkan adalah 6000 m2.

Kesepakatan mendirikan gereja darurat diambil sebagai salah satu bentuk apresiasi terhadap ketulusan hati tokoh-tokoh Wae Sambi  agar pengorbanan dan niat baik mereka  ditanggapi dengan langsung memanfaatkan tanah Gereja tersebut sesuai dengan tujuannya yaitu dapat memuliakan Tuhan di tempat itu.  Akhirnya “gereja darurat” yang oleh Pater Stanis Wyparlo SVD disebut “gereja bambu” berhasil didirikan.Diberkati oleh Rm. Vikep Labuan Bajo pada tgl 23 Desember 2011, dan langsung dipakai untuk perayaan Natal.Untuk beberapa saat sakristi memakai 1 kamar di rumah bpk. Theodorus Jehanu sampai ada sakristi  darurat di gereja bambu.

   Wae Sambi kemudian menjadi tempat pelayanan khusus untuk misa hari Minggu dan hari Raya, dan sudah mulai disebut pra-paroki Wae Sambi. Pada tanggal 12 Pebruari 2012 dalam rapat pembentukan  Panitia Paskah, dibuat pemetaan wilayah-wilayah untuk Pra paroki  Wae Sambi yang terdiri dari 6 Wilayah dan 23 KBG dan jumlah KK sekitar 676 KK. Saat itu mulai muncul  rencana pembangunan gereja dan aula. Pada tanggal 29 April  2012 dalam rapat evaluasi Panitia Paskah dihasilkan draf  beban keuangan  pembangunan gereja dan aula.

   Semangat umat untuk membangun gereja yang permanen begitu tinggi, apalagi setelah peristiwa Minggu 19 Maret 2012, atap gereja darurat diterjang angin sebelum perayaan misa dimulai.Saat itu penanggung liturgi dari KBG Trinitas dengan lagu-lagu inkulturatif. Selanjutnya pada tanggal 26 Agustus 2012 diadakan rapat perencanaan pembangunan  gereja dan aula dengan kesepakatan gereja lebih dahulu dibangun.

Dalam rapat internal panitia Pembangunan munculah ide, yakni membangun gereja dan aula dalam satu bangunan berlantai 2. Lantai 1 untuk aula dan lantai 2 untuk gereja. Ide ini disepakati apalagi mengingat luas tanah yang kurang, kalau kedua bangunan ini didirikan terpisah.

Kunjungan Uskup Ruteng ke Labuan Bajo untuk merayakan pekan suci  2013 turut meneguhkan semangat umat, Beliau memimpin perayaan misa malam Paskah di Gereja bambu Wae Sambi. Walaupun tidak secara eksplisit tentang status paroki, beliau katakan semuanya akan terjadi setelah segala persyaratan dipenuhi.         Semangat umat dipompa kembali dengan kehadiran Gubernur NTT  (Drs. Frans Lebu Raya dan Peletakan batu pertama baru dilaksanakan pada tgl 7 Juni 2013, pesta Hati Kudus Yesus) dipimpin Rm. Vikep  dihadiri Pastor paroki Rm. Stef Sawu,Pr juga juga Para Imam Seminari dan SVD. Peletakan batu pertama setelah misa oleh Rm. Vikep, Bupati Manggarai Barat dan Pastor Paroki Roh Kudus.

Pimpinan Keuskupan Ruteng  kemudian mengambil kebijakan yakni  menugaskan RD. Ardi Obot (Pastor paroki Lando-Boleng saat itu) secara khusus menangani tempat pelayanan Wae Sambi dengan status sebagai Kapelan di Paroki Roh Kudus Labuan Bajo.  RD. Ardi diterima dalam perayaan ekaristi di gereja paroki Roh Kudus Labuan Bajo pada Minggu 4 Agustus 2013. Dalam rapat persiapan rapat koordinasi pada tgl.17 Oktober 2013 Romo Ardi menegaskan ketekatannya untuk membangun pastoran.  Karena menurut Hukum Gereja syarat utama untuk menjadi paroki adalah adanya Pastoran tempat pastor tinggal dan melaksanakan tugas parokial. Dana Pembangunan pastoran tidak diambil dari alokasi pembangunan gereja tetapi dari donatur, kolekte misa hari Minggu dan kolekte/sumbangan umat saat misa di setiap KBG.

   Penetapan Pra Paroki Wae Sambi menjadi Paroki tertuang dalam SK Uskup tanggal 11 Mei 2015. Pengangkatan RD. Benediktus Ardi Obot menjadi Pastor Paroki Wae Sambi yang pertama  tertuang dalam SK Uskup Ruteng tanggal 11 Mei 2015. Sedangkan Pengangkatan dan Pengesahan Badan Pengurus Dewan Pastoral Paroki Maria Bunda Segala Bangsa Wae Sambi tertuang dalam SK Uskup Ruteng. Peresmian Paroki ditandai dengan penandatangan prasasti oleh Uskup Ruteng dan Bupati Manggarai Barat pada tanggal 12 Mei 2015. Sementara itu pemberkatan Gereja dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2019 oleh Administrator Apostolik Keuskupan Ruteng Mgr. Silvester San, Pr.

   RD. Benediktus Ardi Obot menggembalakan umat di Paroki MBSB Wae Sambi hingga tanggal 22 Agustus 2021 dan diganti RD. Dominikus Risno Maden. Serah terima dilaksanakan dalam misa hari Minggu bersama seluruh umat. Romo Ardi meninggalkan Paroki MBSB pada Sabtu, 28 Agustus 2021 menuju tempat tugasnya yang baru di Paroki St. Vitalis Cewonikit, Ruteng.