Saudara/i terkasih
Yesus yang kembali ke daerah Dekapolis bagi saya secara pribadi amat menarik. Semoga Anda juga merasakan hal yang sama. Mengapa?
Yesus pernah diminta oleh orang Gerasa (Gerasa itu salah satu kota di Dekapolis, “Dekapolis” berarti “Sepuluh Kota”) untuk meninggalkan kota itu. Sebab, demi kesembuhan seorang yang kerasukan setan, Yesus mengizinkan roh-roh jahat itu masuk ke dalam 2000 ekor babi yang kemudian membuat babi-babi itu mati.
Bagi orang Gerasa, kehadiran Yesus membuat mereka bangkrut secara ekonomi. Namun, bagi Yesus, ada sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar keuntungan ekonomi, yaitu martabat manusia dengan segala pemenuhan hak-haknya. Pesannya jelas, jangan demi keuntungan finansial, kita mengabaikan martabat manusia, seperti kasus perdagangan orang dan korupsi.
Dalam Injil hari ini, Yesus kembali ke Dekapolis. Menariknya ada sesuatu yang berubah. Mereka memiliki cara pandang yang baru tentang Yesus. Mereka, yang adalah non-Yahudi yang percaya kepada dewa-dewi, justru menemukan kiblat baru.
Mereka menyadari bahwa budaya kafir ini tidak memuaskan mereka dan satu-satunya harapan mereka adalah Yesus. Semua gemerlap budaya Yunani tidak benar-benar memenuhi kerinduan terdalam mereka. Jadi, mereka membawa orang tuli yang mengalami gangguan bicara itu kepada Yesus. Bahkan, setelah mereka menyaksikan orang tuli itu sembuh, mereka “takjub dan tercengang dan berkata: Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata” (Mrk 7:37).
Pertanyaanya adalah apa yang membuat orang Dekapolis berubah? Mungkin saja kesaksian orang kerasukan setan yang telah sembuh itu, sebab pada bagian akhir kisah “Orang itu pun pergilah dan mulai memberitakan di daerah Dekapolis segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya dan mereka semua menjadi heran”(Mrk 5:20). Kejadian dan kesaksian tersebut mengubah cara pandang mereka terhadap Yesus. Bagi mereka, Yesus lebih berkuasa daripada iblis; Yesus berkuasa atas penyakit dan dapat mengatasi kondisi keterbatasan manusia. Pesannya: setiap berkat yang dianugerahkan Allah, bukan semata-mata agar kita baik, tetapi kita dipanggil juga untuk menjadikan setiap orang baik adanya.
Namun, satu hal yang belum mereka selami dari kesaksian mereka sendiri, yaitu siapakah diri Yesus yang sebenarnya. Yesus yang melarang mereka memberitakan mukjizat penyembuhan, sebenarnya memberikan waktu bagi mereka untuk merenungkan: siapakah Dia yang menjadikan segala-galanya baik, kalau bukan Allah. Atau siapakah Dia yang yang membuat orang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata, kalau bukan Sang Mesias itu sendiri.
Saudara/i terkasih
Pengetahuan Anda dan saya tentang siapa itu Yesus tentu sudah sangat maju daripada orang-orang Dekapolis zaman Yesus. Lalu, mengapa masih ada di antara kita yang masih lebih percaya pada iblis daripada Allah? Mengapa kita mengabaikan martabat manusia demi mengejar keuntungan secara ekonomi?
Kita diciptakan oleh Tuhan, untuk turut berpartisipasi dalam perbuatan Allah yaitu untuk menjadikan segala-galanya baik. Sebab, buah terdekat dari iman adalah kasih. Mengasihi berarti menjadikan segala-galanya baik adanya.
Tuhan memberkati kita semua
Bacaan Liturgi Minggu, 08 September 2024
Hari Minggu Biasa XXIII
Warna Liturgi: Hijau
Bacaan I: Yes 35:4-7a
Mazmur Tanggapan: Mzm
146:7.8-9a.9bc-10
Bacaan II: Yak 2:1-5
Bait Pengantar Injil: Mat 4:23
Bacaan Injil: Mrk 7:31-37