Bacaan-bacaan Minggu Biasa XXX Tahun C:
Bacaan I: Sir 35:12-14.16-18
Bacaan II: 2 Timotius 4:6-8.16-18
Bacaan Injil Lukas 18:9-14
Kita sering kali berpikir bahwa hanya dengan rajin berdoa, berpuasa, dan bersedekah, kita langsung dibenarkan Tuhan. Perlu kita sadari bahwa jauh sebelum Yesus lahir, manusia sudah tahu berdoa, berpuasa, dan bersedekah. Bahkan agama Yahudi memaknai ketiga hal tersebut sebagai kewajiban dalam beragama Yahudi.
Terhadap kewajiban ini, Yesus dalam Injil Matius 6:1 memberikan makna secara baru, bahwa kewajiban beragama bukan semata-mata suatu selebrasi supaya dilihat orang. Bukan juga sebuah usaha manusiawi semata-mata, agar kita terlihat lebih baik dari orang lain, seperti yang diungkapkan oleh Orang Farisi dalam perumpamaan Yesus pada Injil hari ini. Di mana, orang Farisi itu berdoa, “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, dan bukan juga seperti pemungut cukai ini. Aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.”
Berdoa, berpuasa, dan bersedekah hanya memiliki makna, jika Allah-lah yang menjadi alasan utama kita melakukan semuanya itu. Artinya, kalau kita tahu makna berdoa, kita mesti tahu juga cara menempatkan diri di hadapan Allah.
Berdoa bukan sekadar sebuah selebrasi penuh keangkuhan karena kita telah melakukan kewajiban agama, atau karena kita lebih baik dari sesama. Berdoa merupakan cara manusia untuk merasakan pelukan belas kasih Allah yang adalah Bapanya.
Hal yang sama juga dengan berpuasa. Kalau kita berpuasa tanpa menempatkan Allah sebagai alasan kita berpuasa, maka puasa itu tidak lebih sebagai kewajiban agama, atau sebuah gerakan hemat atau sebuah upaya diet semata-mata. Berpuasa merupakan cara kita mengeliminasi keinginan diri yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, agar Allah tetap menjadi yang utama dalam hidup kita.
Demikian pun, saat kita bersedekah. Bersedekah dalam arti yang paling dalam, bukan memamerkan perbuatan baik kepada sesama, agar kita terlihat dermawan. Apalagi dengan memasang kamera di mana-mana sebagai bukti fisik kebaikan kita untuk diwartakan di media sosial.
Bersedekah merupakan ungkapan syukur kita kepada Allah, karena jauh sebelum kita berbuat baik, Allah telah berbaik hati dengan kita. Saya teringat akan kata-kata Santo Nikolaus, seorang tokoh yang menginspirasi munculnya Santa Klaus atau Sinterklas. Santo Nikolaus mengatakan, “memberi itu indah, jika hanya Tuhan saja yang mengetahuinya”.
Memang godaan untuk terlihat saleh di hadapan sesama, jauh lebih kuat mempengaruhi kehidupan Anda dan saya. Tetapi, ingatlah akan satu hal ini, bahwa Tuhan tidak dapat ditipu. Kalau kita selalu melihat diri paling benar, maka kita selalu melihat sesama serba salah. Kalau kita selalu merasa diri layak di hadapan Allah, maka ajakan Tuhan agar kita bertobat dari keangkuhan tidak akan pernah kita indahkan. Bersama pemungut cukai, baiklah kita memohon, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini”.
Tuhan memberkati kita semua.