Renungan Harian Katolik: Sikap Kita terhadap Kebencian

advanced divider

Bacaan:

Kis. 16: 1-10

Yoh. 15:18-21

Injil hari ini mengemukakan amanat perpisahan Yesus dengan para murid-Nya. Dalam amanatNya ini, Ia mengatakan demikian:

“Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku” (Yoh15:19).

*****

Hidup selalu tentang perjalanan. Ada kalanya kita menemukan damai, ada kalanya kita dihantam ‘badai’. Pun ada kalanya kita menikmati sukacita dan kesenangan, tetapi ada kalanya pula kita mengalami kesusahan dan dibenci banyak orang. Ini adalah fakta tentang hidup. Bahwa kehidupan kita tidak selalu tentang bahagia, namun juga perihal rasa dusta dan dibenci banyak orang.

Lalu, kalau dunia membenci kita, bagaimana kita bersikap? Apakah kita membalas kebenciaan dengan rasa benci? Apakah kita menyimpan kebencian orang lain, supaya suatu waktu kita membalasnya? Tentu, cara kita melawan kebencian tidaklah demikian. Sebab jika kita membenci dan menyimpan dendam  terhadap rasa benci orang lain, sama halnya kita menelan racun ke dalam diri. Pun jika kita memelihara rasa benci sama halnya kita membuka tirai luka dalam hati: yang sekali sakit dapat membekas abadi.

Maka, jalan untuk melawan rasa benci adalah kasih dan pengampunan. Pengampunan selalu tentang berdamai dengan kebencian orang. Di sana kita menyadari bahwa dunia tidak menyukai kita. Kita mengakui bahwa sesama tidak sepihak dengan kita. Kita terima itu. Kita sadari itu. Namun, dengan cara kasih dan pengampunan seperti ini, kita membiarkan kebencian itu datang hanya sekadar singgah. Kita tidak membiarkan dia tinggal dan mengakar dalam kita. Malahan, dengan pengampunan kita berdamai dengan kebencian: mengakui kehadirannya, kemudian ia dibiarkan pergi  sendiri.

Sebab tentang pengampunan, Mother Theresa selalu mengingatkan kita” Ampunilah sesamamu, bukan pertama-tama karena ia memang pantas diampuni, tetapi karena kita layak memperoleh damai”. Maka, di hadapan kebencian, berdamailah dengan keadaan. Ampuni sesama secara perlahan, sebab dengan itu kita dapat menikmati damai dan ketakjuban, amin.

Oleh : Fr. Ican Pryatno

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print