Bacaan:
Kis. 18:9-18
Yohanes 16:20-23a
Injil hari ini berbicara perihal amanat perpisahan Yesus dengan para murid-Nya. Dalam amanat tersebut, Ia mengatakan demikian:
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah dan menjadi sukacita” (Yoh. 16:21).
******
Hidup kita sesungguhnya adalah tentang dinamika situasi. Di saat tertentu, kita mengalami kebahagiaan, namun selepas itu kita dirundung kecemasan. Di waktu tertentu, kita mencicipi kesenangan diri, tetapi sesudah itu kita menjadi sedih, sepi, lagi sendiri. Inilah cerita lain tentang kehidupan. Bahwa hidup tidak hanya membuat kita bahagia setiap waktu. Namun, ia turut membuat kita berduka dan jatuh.
Lalu, mengapa kita mesti mengalami peristiwa duka dan kesedihan dalam hidup? Lalu, bagaimana cara kita melihat trauma dan rasa sakit dalam hidup?
Tentang duka dan rasa sakit, kita kadang memaknainya secara lain. Kita kadang menganggap ratapan ataupun kesedihan adalah tanda kekalahan dalam kehidupan. Karenanya, kita mudah memandang hidup tidaklah bernilai. Pun kita gemar mengklaim jika hidup yang kita jalani tidaklah pantas untuk kita hidupi. Lalu, apakah cara kita merefleksikan pengalaman pahit haruslah demikian? Tentu tidak!
Sebab, di balik setiap rasa sakit, termaktub nilai yang berarti untuk kita hidupi setiap hari. Pun di balik trauma dan penderitaan yang bertubi-tubi, Tuhan mengajarkan kita berpasrah dan beriman yang baik. Maka, benar kata Tuhan hari ini: “tetapi dukacitamu akan berubah dan menjadi sukacita”, sebab di sudut kecemasan dan rasa sulit, kita mengalami hidup yang lebih bernilai dan berarti.
Maka, jika lekas sedih, jangan melihat hidup tidak lagi bernilai. Sebab, di balik tirai luka, ada nilai dan pengertian yang tentu kita dapat. Sehingga, untuk setiap trauma dan penderitaan, bersikaplah seperti batu karang, walau tidak putus dipukuli ombak, ia tetap kokoh dan berdiri tegak!