Sanak keluarga dan saudaraNya bingung dengan sikap, perilaku, pekerjaan dan pengajaran Yesus.
Ia berjalan ke seluruh wilayah, kota dan desa, tanpa tahu tinggal dan menetap dimana. Ia juga mengajak beberapa orang, yang disebutnya para murid, untuk mengikutinya. Mereka mengikuti Dia tanpa banyak tanya; meninggalkan keluarga dan pekerjaan. Bahkan seorang pegawai pajak serta-merta meninggalkan kantor cukainya, hanya karena ajakanNya, “Ikutilah Aku!”
Pengajarannya juga menimbulkan pertentangan. Buktinya, para pemimpin agama dan orang Farisi tidak baku cocok dengan Dia. Selalu saja ada alasan untuk berkonflik.
Katanya Dia banyak melakukan mukjizat; menyembuhkan banyak orang sakit, bahkan Ia lakukan juga di hari Sabat. Pelbagai peristiwa ajaib itu Ia lakukan semuanya di berbagai wilayah. Tak sekalipun terjadi di kampung asalnya.
Dan, hari ini Ia pun melayani orang banyak. Sampai-sampai tidak sempat makan. Tak takut sakitkah Dia?
” Ia tidak waras ” kata mereka, karena tidak sesuai dengan yang mereka mau dan harapkan.
Kadang-kadang kita ingin dan paksa agar sikap, prilaku, hidup dan pribadi orang lain mesti sesuai dengan apa yang kita bayangkan, harapkan bahkan arahkan.
Semestinya kita rendah hati, memandang sesama dengan sebagai pribadi yang bermartabat, berharga serta memiliki kehendak bebas. Ia yang memiliki keinginan, rencana dan harapan untuk meraih apa kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidupnya.
Baiknya, kita hadir sebagai sahabat seperjalanan, menemani bukan menggurui, menasihati bukan menghakimi, membimbing bukan memanipulasi.
Yakinlah setiap orang akan menjadi baik sesuai dengan karakter, kapasitas dan potensi yang dimiliki.
Karena itu, jika kau ingin orang lain adalah replikasi atau “fotocopy” dirimu, maka siapa sebenarnya yang “tidak waras”?