Renungan Harian Katolik: Melihat Kemuliaan Allah

advanced divider

(Yohanes 11:1-45)

           Minggu Prapaskah ke-5 atau yang dulu (sebelum Konsili Vatikan II) disebut Minggu Sengsara, biasanya ditandai dengan panandaan yang istimewa, yaitu penyelubungan salib, patung, dan gambar kudus dengan menggunakan kain berwarna ungu, kecuali gambar-gambar perhentian jalan salib. Disebutkan dalam dokumen “Perayaan Paskah dan Persiapannya” bahwa “salib-salib tetap terselubung sampai akhir liturgi Jumat Agung, tetapi patung dan gambar sampai awal perayaan Malam Paskah.
Pada kesempatan ini, baiklah kita merenungkan 3 (tiga) makna penyelubungan tersebut. Pertama, penyelubungan salib, patung, dan gambar kudus bermaksud untuk menunjukkan bahwa Gereja membungkus dirinya sendiri dan berkabung pada saat Tuhan Yesus mempersiapkan diri-Nya untuk mengalami kesengsaraan dan wafat demi menebus dosa umat manusia. Kedua, penyelubungan tersebut berarti umat beriman diingatkan bagaimana Tuhan dalam keilahian-Nya pada sepanjang masa sengsara, dan dengan penglihatan dan pendengaran, kita para pendosa diingatkan agar bertobat dan menarik diri semakin jauh dari kesenangan-kesenangan duniawi, dengan mendevosikan diri semakin dalam kepada doa- doa masa Prapaskah dan merenungkan kisah sengsara Kristus yang wafat demi kasih-Nya kepada kita para pendosa. Ketiga, secara liturgi, Gereja mengesampingkan semua lambang sukacita dan menampilkan dalam kata dan perbuatan, kesedihan dan penitensi, yang harus mengisi setiap jiwa orang Kristen pada saat merenungkan peristiwa- peristiwa akhir dalam kehidupan Penyelamat kita di dunia ini.
Penderitaan Kristus, bahkan kematian Kristus di salib memiliki satu tujuan khusus, agar orang yang percaya kepada-Nya memiliki hidup. Hal ini disampaikan Yesus dalam Injil hari ini, Yohanes 11:1-45. Yesus berkata, “Barang siapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun sudah mati dan setiap orang yang hidup serta percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.” Inilah inti pewartaan Kristus saat Yesus membangkitkan Lazarus. Setiap orang yang percaya akan melihat kemuliaan Allah.
Pertanyaan bagi kita saat ini adalah apakah sikap percaya itu hanya sebatas bahwa kita percaya bahwa Yesus adalah Allah? Tidak. Gereja Katolik, dalam dokumen Dei Verbum No. 5 menerangkan, “Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan ketaatan iman. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan.” Itu berarti percaya hanya dapat digapai dengan ketaatan terhadap kehendak Allah.
Kehendak Allah dalam Perjanjian Lama tertulis dalam 10 perintah Allah yang berisi, perintah I sampai III berisikan perintah untuk mengasihi Allah. Selanjutnya perintah IV sampai perintah X berisikan perintah untuk mengasihi sesama. Selanjutnya, dalam Perjanjian Baru Yesus juga mengajak kita untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi dan dengan segenap tenaga, serta Yesus juga mengajak kita untuk saling mencintai seperti Kristus telah mencintai kita.
Percaya dalam arti yang paling dalam berarti taat pada kehendak Allah, yang menghendaki kita mengasihi-Nya dan mengasihi sesama. Setiap orang yang percaya, menurut Yesus, akan melihat kemulian Allah. Mukjizat yang dilakukan Yesus 2000-an tahun yang lalu kepada Lazarus senantiasa terus berlangsung hingga saat ini, bahkan sampai akhir zaman, di mana setiap orang yang meninggal dalam percaya, akan melihat kemuliaan Allah. Marilah kita memasuki Minggu Prapaskah V ini dengan sikap percaya. Percaya berarti taat.
Tuhan memberkati kita semua.

Oleh : RD. Risno Maden

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print