Renungan Harian Katolik: Bahaya Pewartaan Diri?

advanced divider

Bacaan:

Kis. 5:27-33

Yoh. 3:31-36

“Sebab siapa yang diutus Allah Dialah yang menyampaikan firman Allah”

(Yoh. 3:34)

Pengajaran Yesus terbilang selalu menarik. Itu karena dalam karya pewartaanNya, Ia kerap memaklumkan diri sebagai Utus Allah. Ia pun seringkali menyatakan perihal Surga, belas-kasih, pengampunan, dan karya penebusan Tuhan kepada manusia.

Hal ini mau menunjukkan bahwa dalam karya kesaksiaanNya, Yesus selalu mewartakan Keagungan Allah. Ia tidak ingat diri. Ia tidak mewartakan keutamaan pribadi. Malahan Ia selalu menyediakan ‘tahta’ untuk Tuhan: menyebarkan kebaikan dan karya penyelamatan Allah. Sehingga benarlah perkataanNya hari ini: “Sebab siapa yang diutus Allah Dialah yang menyampaikan firman Allah” (bdk. Yoh. 3:34). Karena memang demikian: Yesus selalu berbicara dan mewartakan firman Tuhan.

Tentu saja, sikap Yesus seperti ini turut menantang model hidup dan cara beriman kita. Saat ini kita bisa saja lebih suka ‘bersensasi’. Kita kerap menonjolkan keutamaan diri, pun lebih pandai mewartakan keagungan pribadi. Tidak seperti Yesus yang menyediakan tahta untuk Tuhan,  kita malah gemar menyediakan panggung personal: mewartakan dan menyebarkan kabar seolah-olah ‘ukuran segala hal adalah diri kita’.

Justru orang yang gemar mewartakan kebenaran pribadi akan jatuh dalam keangkuhan. Ia amat sulit mengakui dan mengapresiasi sesama, sebab padanya terbersit ‘anggapan’ bahwa “untuk apa mengakui yang kecil, sementara dirinya adalah yang terbesar di antara yang lain”. Lebih gawatnya lagi, orang yang gemar mewartakan kebenaran pribadi amat sulit menyebarkan ‘kabar tentang Tuhan’, sebab padanya sudah tertanam pikiran bahwa hidup selalu tentang dirinya dan bukan tentang Tuhan.

Karena itu, melalui bacaan hari ini, Tuhan mengajak kita untuk menanggalkan ‘pewartaan diri’ dan mulai beranjak pergi menyebarkan kabar tentang Tuhan. Jauhkanlah sensasi, lucutilah rasa ingat diri. Sebab ingatlah, kejatuhan yang sakit selalu muncul dari rasa keangkuhan dan pembenaran diri.

Oleh : Fr. Ican Pryatno

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print