Mengasihi dengan Level Tertinggi

advanced divider

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,

Dalam kehidupan ini, kita mengenal berbagai tingkatan dalam hal mengasihi. Level terendah dalam hal mengasihi adalah hanya mencintai diri sendiri. Level yang lebih tinggi dari itu adalah balas budi, mencintai karena telah lebih dahulu dikasihi. Namun, level tertinggi dari tindakan mengasihi adalah mengampuni, yaitu mencintai tanpa syarat, bahkan kepada mereka yang telah melukai kita.

Yesus pernah menunjukkan level kasih yang hanya berfokus pada diri sendiri dalam perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus (Lukas 16:19-31). Memang orang kaya itu tidak melakukan kejahatan apa pun kepada Lazarus, apakah itu dengan kata-kata menghina ataukah dengan tindakan kekerasan. Namun, bersikap diam di hadapan orang yang perlu dibantu adalah juga sebuah kejahatan. Pada titik ini, lirik lagu “tak selamanya diam itu emas”, ada benarnya.

Selanjutnya, tindakan balas budi itu bersifat normal. Artinya, tindakan balas budi itu terjadi di mana-mana. Membantu orang yang telah membantu, itu biasa. Mengasihi orang yang telah mengasihi, itu lumrah. Bahkan kata-kata Yesus dalam Injil hari ini, orang-orang berdosa pun berbuat demikian. Artinya, tidak perlu kudus sekali untuk melakukan tindakan balas budi. Setan saja, tahu bagaimana membalas budi kepada manusia yang telah men-tuhan-kan dia.

Namun, kasih sejati mencapai puncaknya dalam pengampunan. Di sinilah kita diuji, apakah kita benar-benar mencintai seperti yang Tuhan kehendaki. Pengampunan menuntut kita untuk melepaskan gengsi dan keinginan membalas dendam. Kita tidak lagi bertanya: Apakah adil untuk mengasihi orang yang telah menyakiti kita?

Dalam bacaan pertama, Daud menunjukkan teladan pengampunan yang luar biasa. Ia memiliki kesempatan untuk membunuh Saul, yang mengejar dan ingin membinasakannya. Namun, Daud memilih untuk mengampuni. Dia dapat menerobos gengsi diri. Dia juga mampu mengasihi yang melampaui pertimbangan rasa adil.

Lebih daripada itu, Yesus sendiri memberikan teladan tertinggi dalam hal mengampuni. Dari atas kayu salib, Yesus berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34).  Inilah kasih dalam level tertinggi: mengampuni meskipun terluka.

Namun, kita harus mengakui bahwa mengampuni bukanlah perkara mudah. Sering kali kita merasa terlalu sakit hati untuk mengampuni. Karena itu, kita perlu meminta pertolongan Tuhan. Hanya dengan berdoa dan bersatu dengan-Nya, kita dimampukan untuk mengampuni.

Santa Theresa dari Kalkuta pernah ditanya, “Apa yang dapat membuat pasangan suami-istri tetap bertahan?” Ia menjawab dengan singkat, “Cuma dua hal: doa dan pengampunan.” Jika kita berhenti berdoa, kita juga akan kesulitan untuk mengampuni.

Saudara-saudari terkasih, apakah kita sudah mampu mengampuni orang yang pernah menyakiti kita? Jika belum, mari kita menyerahkan luka hati kita kepada Tuhan dalam perayaan Ekaristi ini. Kita mohon rahmat-Nya agar kita mampu mengasihi dalam level tertinggi dengan mengampuni.

Tuhan memberkati kita semua.
—————————————————————

Bacaan Liturgi Minggu, 23 Feb 2025

Hari Minggu Biasa VII

Warna Liturgi: Hijau

Bacaan I: 1Sam 26:2.7-9.12-13.22-23

Mazmur Tanggapan: Mzm 103:1-2.3-4.8.10.12-13

Bacaan II: 1Kor 15:45-49

Bait Pengantar Injil: Yoh 13:34

Bacaan Injil: Luk 6:27-38

Oleh : RD. Risno Maden

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print