Homili Minggu Biasa XXVI “Tinggalkan Kesan yang Baik”

advanced divider

Kalau kita membaca kembali kisah penciptaan, Allah itu menciptakan manusia pada hari yang keenam, setelah alam raya sudah benar-benar siap menopang hidup manusia. Artinya, manusia hanya bisa bertahan hidup, karena alam rela membagikan apa yang dia punya: entah itu oksigen, air, tumbuhan, binatang, dll. Dengan demikian, meskipun kita ditempatkan sebagai mahkota ciptaan, hidup kita sangat bergantung pada alam.

Nah, yang menjadi persoalan adalah bagaimana jika hak atas pengelolaan tanah, air, dan hutan ini didominasi oleh segelintir orang saja?

Rasul Yakobus, dalam bacaan II, memperingatkan secara keras para orang kaya yang rakus untuk bertobat dari ketamakan, agar orang miskin dapat hidup secara layak. Sebab, Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk semua orang, bukan untuk segelintir orang atau lembaga yang rakus.

Bahkan, dalam Injil, Yesus secara keras memperingatkan orang pada zaman-Nya, juga kepada Anda dan saya pada zaman ini, “lebih baik sebuah batu kilangan diikat pada leher orang yang pandai mengeksploitasi “orang kecil”, lalu dilemparkan ke dalam laut.

Oleh sebab itu, sebelum diri kita ditenggelamkan dengan cara yang mengerikan di akhir hayat, Yesus meminta kita untuk mengeluarkan hal-hal yang bertolak belakang dengan kasih (atau dalam bahasa Yesus tadi, memotong tangan dan kaki, atau mencukil mata).

Tangan diciptakan bukan hanya untuk mengambil, tetapi juga untuk memberi. Kaki diciptakan bukan hanya memudahkan kita untuk pergi meninggalkan, tetapi juga untuk kembali. Mata diciptakan bukan hanya untuk melihat atau sekadar memata-matai, tetapi mesti mampu membangkitkan bela rasa.
“Ah Tuhan, sekiranya umat Tuhan menjadi nabi”, demikian isi harapan Musa dalam bacaan I.

Gereja Katolik mendefinisikan nabi sebagai orang yang diutus Allah untuk berbicara atas nama Allah, dalam perbuatan dan kata-kata jika perlu.

Musa mengharapkan setiap kita dapat menjadi nabi-nabi masa kini. Nabi yang meskipun kaya tidak harus mengambil jarak dari yang miskin; Yang meskipun memiliki otoritas tidak selamanya menindas; Yang meskipun tekun berdoa tidak selamanya memupuk keangkuhan rohani; Yang meskipun miskin tidak seharusnya iri hati; Yang meskipun berpengalaman tidak seharusnya mendominasi pembicaraan; Yang meskipun berbeda pilihan dalam Pemilu tidak selamanya menghilangkan sikap saling menghormati.

Ingat, sebelum kita lahir, bumi ini sudah ada, dan setelah kita pergi pun, alam raya ini tetap ada.

Tinggalkan kesan yang baik, agar setelah Anda pergi, orang tetap merindukanmu.

Tuhan memberkati kita semua

Oleh : RD. Risno Maden

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print