Lalu dengan diam-diam Herodes memanggil orang-orang majus itu dan dengan teliti bertanya kepada mereka, bilamana bintang itu nampak.(Mat 2:7)
Dalam kisah kedatangan para majus untuk menyembah Sang Raja, kita dihadapkan pada sebuah fenomena yang menarik. Bintang yang menuntun mereka “hilang” saat mereka berada di kota Yerusalem.
Yerusalem, kota yang kental akan otoritas agama dan pemerintahan, kota yang sibuk dengan rutinitas mencari Tuhan dalam teks-teks suci, tetapi malah mengabaikan kehadiran Tuhan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Kita membaca dalam Injil Matius, Yesus mengungkapkan rasa rindu-Nya kepada kota Yerusalem:
Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. (Mat 23:37)
Yesus merindukan Yerusalem, tetapi kota ini lebih memilih untuk hidup dalam kebanggaan dan keangkuhan, seolah-olah Tuhan hanya bisa ditemukan dalam kitab-kitab suci, tetapi tidak dalam pengalaman sehari-hari.
Yerusalem adalah juga tempat bagi Herodes, seorang raja yang gila akan kekuasaan. Dalam buku “Antiquities of the Jews” karya Flavius Yosefus, yang ditulis sekitar tahun 93-94 M, kita melihat betapa Herodes adalah penguasa yang tidak segan-segan membunuh siapa saja yang dianggap mengancam kekuasaannya. Yosefus menulis bahwa Herodes membunuh keluarganya sendiri:
1.Alexander dan Aristobulus, anak-anak dari istrinya, Mariamne I.
2.Antipater, anak sulungnya.
3.Bahkan beberapa kerabat dekatnya, termasuk istrinya sendiri, Mariamne.
Herodes yang demikian, tentu saja tidak menyadari bahwa yang sesungguhnya dijumpai oleh para majus bukanlah kekuasaan duniawi, tetapi Tuhan yang lahir di Betlehem sebagai Bayi. Bintang Tuhan yang “hilang” di atas Yerusalem menunjukkan bahwa ziarah para majus bukanlah untuk menguasai ayat-ayat suci seperti yang dilakukan para pemimpin agama, tetapi untuk berjumpa dengan Sang Tuhan yang Mahasuci di tempat yang sederhana, di Betlehem.
Begitu juga dalam Ekaristi yang kita rayakan ini. Kita hadir bukan hanya untuk mendengarkan khotbah, yang kerap kali membuat kita memilih-milih imam yang menarik penyampaian khotbahnya, tetapi untuk menyatukan diri kita yang tak suci ini dengan Tuhan yang Mahasuci.
Dalam penerimaan Tubuh dan Darah Kristus, kita berjumpa dengan-Nya yang datang untuk menyelamatkan kita. Bukankah ini juga tujuan akhir dari ziarah hidup kita? Bukan sekadar mengenal Allah, tetapi mengalami persatuan dengan-Nya, seperti yang dialami oleh para kudus.
Bintang yang “hilang” di langit Yerusalem juga menunjukkan bahwa ziarah hidup kita tidak hanya berhenti pada jabatan duniawi atau aneka pencapaian pribadi. Seperti para majus yang datang bukan untuk menguasai dunia, tetapi untuk melayani Raja Bayi di Betlehem, demikianlah kita juga dipanggil. Jabatan dan peran kita, apapun itu, seharusnya berfokus pada pelayanan kepada Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Hari ini, dalam perayaan Ekaristi, kita diutus untuk meneladani para majus, melalui jalan yang baru, untuk mewartakan perjumpaan kita dengan Tuhan kepada sesama.
Kita dipanggil untuk melayani dengan sukacita, bukan untuk mencari kemuliaan pribadi, tetapi untuk memuliakan Tuhan dalam segala hal yang kita lakukan.
Bilamana bintang itu nampak? Bintang itu nampak ketika Anda dan saya dengan tulus menjumpai Allah. Ketika kita tidak hanya ingin mengetahui tentang Allah, tetapi mengalami Allah dalam hidup kita. Ketika kita tidak hanya mengejar jabatan atau kesuksesan duniawi, tetapi melayani Tuhan dengan sepenuh hati dalam peran kita masing-masing.
Semoga kita semakin dekat dengan Tuhan, semakin bersatu dengan-Nya, dan semakin siap untuk melayani-Nya.
Tuhan memberkati kita semua.
—————————————————————————————
Bacaan Liturgi Minggu, 05 Januari 2025
Hari Raya Penampakan Tuhan
Warna Liturgi: Putih
Bacaan 1: Yes 60:1-6
Mazmur Tanggapan: Mzm
72:1-2.7-8.10-11.12-13
Bacaan II: Ef 3:2-3a.5-6
Bait Pengantar Injil: Mat 2:2
Bacaan Injil: Mat 2:1-12