Berbuah dalam Iman: Refleksi atas Perumpamaan Pohon Ara yang Tidak Berbuah

advanced divider

Dalam Injil hari ini, Yesus menceritakan perumpamaan tentang pohon ara yang dinilai berharga bukan karena ukuran pohon atau rimbunnya daun, tetapi karena kemampuannya menghasilkan buah. Hal ini mengajak kita untuk merenungkan peran kita sebagai bagian dari “pohon ara” yang bernama Gereja Katolik, khususnya di Flores.

Gereja kita di Flores berdiri kokoh dengan akar yang kuat, melintasi zaman dan budaya. Jumlah umat yang besar, Komunitas Basis Gerejawi (KBG) yang terus berkembang, banyaknya gereja, dan keberadaan lima keuskupan—Labuan Bajo, Ruteng, Agung Ende, Maumere, dan Larantuka—menunjukkan betapa suburnya “pohon ara” ini. Namun, pertanyaannya adalah, sejauh mana kita sebagai bagian dari Gereja mampu menghasilkan buah yang baik bagi Allah, sesama, dan alam?

Jangan sampai kehadiran kita justru merusak alam Flores. Atas nama kemajuan, kita mungkin tanpa sadar menghancurkan lingkungan. Ini bukanlah kemajuan, melainkan kemunduran. Dalam Surat Gembala Para Uskup se-Provinsi Gerejawi Ende (Ritapiret, 11-13 Maret 2025) disebutkan, “Pembangunan harus berkelanjutan. Namun, eksploitasi sumber daya alam, termasuk energi geothermal di Flores dan Lembata, menimbulkan pertanyaan. Apakah kita membangun masa depan yang lebih baik atau justru merusaknya? Pulau-pulau kecil dengan ekosistem rapuh ini berisiko besar. Eksploitasi yang tidak bijaksana berdampak pada lingkungan, ketahanan pangan, keseimbangan sosial, dan keberlanjutan kebudayaan.”

Paus Fransiskus dalam ensikliknya, Laudato Si, mengingatkan kita akan tanggung jawab untuk merawat bumi sebagai rumah bersama. Beliau menekankan bahwa kerusakan lingkungan berkaitan erat dengan krisis moral dan spiritual manusia. Oleh karena itu, kita diajak untuk melakukan pertobatan ekologis, mengubah gaya hidup yang merusak menjadi sikap yang lebih peduli dan berkelanjutan.

Dalam kehidupan sehari-hari, mari kita refleksikan: sejauh mana doa kita berbuah pada aksi nyata? Apakah pertobatan kita membawa perubahan dalam cara hidup? Apakah sumpah jabatan kita berbuah pada pelayanan yang tulus? Apakah kaul dan janji tahbisan kita berbuah pada kesetiaan?

Pada masa Prapaskah ini, kita diberi kesempatan untuk memperbaiki aspek-aspek hidup yang gersang dan memangkas cabang-cabang yang sakit akibat dosa. Dengan demikian, kehadiran kita di bumi dapat mempersembahkan buah-buah yang baik ke “langit”, kepada Allah di surga.

Kisah Inspiratif: Pohon Mangga yang Berbuah Setelah Dilukai

Ada sebuah kisah tentang pohon mangga yang sudah lama tidak berbuah. Pemiliknya merasa kecewa dan hampir menebangnya. Namun, seseorang menyarankan untuk melukai batang pohon itu dengan harapan akan merangsang pertumbuhan buah. Setelah dilukai, pohon mangga itu akhirnya berbuah lebat.

Kisah ini mengajarkan kita 2 hal. Pertama, kadang-kadang, penderitaan atau “luka” dalam hidup kita dapat menjadi jalan untuk menghasilkan buah yang baik. Tantangan dan cobaan bisa menjadi kesempatan bagi kita untuk bertumbuh dan memberikan yang terbaik bagi sesama dan lingkungan. Kedua, apakah kita menunggu alam kita terluka, agar kita bertobat? Kita diciptakan oleh Allah melampaui ciptaan yang lain. Kita dapat mengambil langkah preventif, agar kita mampu merawat hati sendiri dan sesama, serta merawat alam agar tidak terluka.

Mari kita bersama-sama berusaha menjadi “pohon ara” yang menghasilkan buah manis, memberikan manfaat bagi sesama, dan menjaga kelestarian alam ciptaan Tuhan. Kita mengambil langkah untuk terus bertumbuh dengan pertobatan hati yang mengantar kita juga pada pertobatan ekologis. “… jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa….”, tegas Yesus dalam Injil hari ini (Luk 13:3).

—————————————————————-
Bacaan Liturgi Minggu, 23 Maret 2025

Hari Minggu Prapaskah III

Warna Liturgi: Ungu

Bacaan I: Kel 3:1-8a.13-15

Mazmur Tanggapan: Mzm 103:1-2.3-4.6-7.8.11

Bacaan II: 1Kor 10:1-6.10-12

Bait Pengantar Injil: Mat 4:17

Bacaan Injil: Luk 13:1-9

Oleh : RD. Risno Maden

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print