Renungan Katolik : Mampukah kita menolong sesama?

advanced divider
Salam Sabda|Kusapa Engkau dengan Firman Allah
Kamis, 29 Februari 2024|Lukas 16:19-31
Orang kaya, yang tanpa nama itu, selalu mengenakan pakaian halus dan jubah ungu. Apa yang ia kenakan itu menunjukkan status sosial yang berbeda dari khalayak umum. Ia setara dengan Raja Herodes, dengan jubah ungu sebagai pakaian kebesaran. Itu hal yang biasa.
Toh, ia memiliki ‘keanggunan” seperti itu karena kerja keras dan hasil keringat sendiri. Tidak dikatakan bahwa pakaian yang ia kenakan itu adalah hasil rampasan, atau curian dari jemuran tetangga, misalnya.
Orang kaya, yang tanpa nama itu, bersukaria dengan apa yang dimilikinya. Makanan selalu tersedia di meja perjamuan yang mahal, dengan ruangan yang dihiasi dengan aneka karya seni.
Bersama sahabat-sahabatnya, Ia selalu menikmati makanan yang lezat, setiap hari, dengan menu yang berkelimpahan, dan dikelilingi oleh para pelayan yang siap sedia melayani. Itu juga hal biasa.
Setiap orang berhak untuk menikmati hidup dan jerih lelahnya. Toh, makanan itu bukanlah hasil rampasan atau jarahan, atau “jual-beli raskin’ dan sebagainya. Jamuan tersebut pun tidak sampai mabuk-mabukkan atau disertai bunyi musik sampai subuh, yang mengganggu kenyamanan tetangga sekitar.
Yang patut disayangkan dari sikap si kaya adalah saking ia menjaga kebersihan dan kemolekan pakaiannya, menikmati makan-minum setiap hari bersama sahabat-sahabatnya, Ia tidak tahu atau lebih tepatnya, tidak mau tahu dengan kehadiran pengemis, yang bernama Lazarus, terbaring lapar di depan pintu rumahnya.
Karena orientasi hidupnya mengarah pada ‘carpe diem’ nikmatilah hari ini, kesenangan dan kebahagiaan duniawi, Ia kehilangan jati diri sebagai makhluk sosial, makhluk yang berbelarasa, makhluk yang ada untuk yang lain.
Bahkan Ia kehilangan identitas diri, menjadi manusia tanpa nama. Hal ini tentu berbeda dengan si miskin, yang bernama, Lazarus.
Dan kita, orang-orang yang bernama, seringkali juga terlalu asyik dengan diri sendiri; dengan hobby, kesenangan, teman-teman nongkrong, sampai lupa dengan orang-orang terkasih, orang-orang rumah, dan mereka yang lain, Lazarus-Lazarus yang menunggu belarasa dan solidaritas kita.
Orang Jerman bilang, “Die größte Katastrophe der Welt is Das Vergessen”. Artinya, bencana terbesar di dunia ini adalah melupakan, pegabaian, dan penelantaran.*

Oleh : RD. Beben Gaguk

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print